Suka {filsafat, ngoprek dan berkomentar}

Isu Demoralisasi Indonesia 2011

Tidak ada komentar
Ijinkan saya bercerita tentang diri saya sejenak :)

Sebagai seorang pemuda yang selalu menikmati waktu untuk belajar, dan mengenal kehidupan. Dalam keseharian yang dulu saya sempat memberi motto pada diri saya bahwa,

Ilustrasi orang berjalan
"Lelaki sejati itu berjalan dan melangkahnya untuk mencari hikmat kebijaksanaan (seperti Raja Salomo), demi terciptanya suatu keseimbangan kelak sebagai kepala keluarga, di manapun mereka berada, tanpa batasan pencapaian dan waktu"
Tetapi lama-kelamaan dalam prakteknya kemudian, saya mulai sadar bahwa dalam kenyataan saya harus memfilter hikmat kebijaksanaan itu menjadi sesuatu yang lebih murni, ketika melihat hal tersebut dalam keseharian di Indonesia.

Pakem-pakem berbudi luhur yang sudah diajarkan sejak TK, SD, SMP layaknya hilang tergerus arus keseharian yang duniawi. Tetapi syukurlah proses-proses itu membawa pada suatu didikan yang tak terlupakan bagi diri saya sendiri. 

Akhir-akhir ini banyak sekali bisikan yang datang melalui berkat tak terduga, seperti: memiliki kekasih yang hebat (yang mendidik saya akan apa itu perasaan), diberikan waktu untuk bisa berlangganan media pendidikan (mendidik intelektualitas dan kepedulian saya pribadi), bertemu dengan teman-teman diskusi UKMKK (kesenangan dan berkarya), memiliki Kakak Pendamping yang mendidik saya menjadi pribadi yang apik walaupun kadang musti nggleyot, dan terakhir (yang saya pikirkan saat ini) adalah bertemu seorang Romo dari serikat Opus Dei yang setiap homilinya selalu membuka pandangan pada suatu yang lebih baru. Bisikan-bisikan itu menjadi suatu filter yang sifatnya obyektif dan universal, membawa pemaknaan yang khusus yang tidak didapatkan di waktu yang dulu.

Filter itu nyatanya dibutuhkan oleh kita masing-masing untuk bisa melakukan suatu kebaikan akan kebenaran yang senyata-nyatanya, merefleksikan dan menemukan kesejatian diri. Hal ini sangat penting melihat arus yang semakin deras dari perubahan nilai-nilai di negeri yang kita sayangi ini.

Langsung pada cerita

Indonesia
Indonesia negara kepulauan yang amat saya cintai, karena:

  • Sesungguhnya negara ini memiliki Sumber Daya Alam yang melimpah
  • Sesungguhnya banyak sekali orang cerdas yang berada di Negeri ini
  • Sesungguhnya banyak ragam dan suku budaya yang kelak bisa mewarnai kisah-kisah di sini
  • Sesungguhnya banyak local genius yang patut dipelajari ketika dikalikan dengan jumlah kebudayaan yang ada
  • Sesungguhnya semua pengetahuan sedikit banyak terakomodasi di sini
Tetapi ada keprihatinan tersendiri ketika mengetahui bahwa negeri itu tidak bahagia, maksudnya banyak sekali kegagalan-kegagalan yang dilegitimasi negara sebagai 'berhasil'  tetapi nyatanya hal itu membuat rakyat benar-benar menderita disadari / tidak. Ada banyak masalah yang pelik yang jarang sekali terselesaikan dengan baik di Indonesia ini.

Permasalahan Korupsi? Sekarang bukan waktu yang tepat untuk tertawa ketika mendengar ataupun melihat apa itu korupsi, harian Kompas yang saya baca berturut-turut membahas tentang plesetan dari NKRI sebagai Negara Kleptokrasi Republik Indonesia - Kleptokrasi = diperintah oleh pencuri - ataupun tentang Isu demoralisasi dalam mentalitas kebangsaan, tentang bagaimana negara ini membolehkan anak didik untuk mencontek dengan mengusir pelapornya? yang kemudian menjadi suatu kebiasaan yang tidak baik, ataupun isu-isu lain yang mengena pada aspek softskill SDM di Indonesia itu sendiri.

Hal ini mungkin biasa bagi anda, tetapi kemudian hal tersebut menimbulkan rasa pesimis datang dari sudut pandang diri sendiri ini, karena saya merasa diri ini adalah satu tunggul yang akan mewarisi kekayaan negeri ini, bersama jutaan kawan-kawan seperjuangan lain. Saya sampai berpikir: "Sampai bagaimana hancurnya negeri ini sebelum sampai di tangan kami? Maksudnya oleh karena korupsi /pun hal-hal lain (bencana ciptaan manusia yang lain) yang bersifat destruktif? Semua itu akhirnya (secara pribadi) membawa pada suatu kondisi yang kontraproduktif. Membayangkan diri berjuang untuk melawan ganasnya Raksasa Gurita Hitam yang mencengkeram kuat ladang kerja, memberikan kutukan tersendiri bagi keturunan ini? 

Itu dari saya? Bagaimana orang lain ketika itu ada dan dalam bentuk yang lain, bukankah hal ini menjadi ancaman potensial bagi negara ini? Ancaman kontraproduktif secara merata?

Ilustrasi


Tetapi dibalik itu semua saya berhalauan dan mencoba percaya bahwa harapan selalu ada, setitik harapan itu digambarkan dalam inversi dari 'Nila setitik, rusak susu sebelanga', masih ada keberanian yang dikisahkan orang yang berani menghadapi pembunuh-pembunuh (koruptor) sampai bahkan bersimbah darah (dalam suatu kasus yang sampe sekarang belum terungkap, di sebuah kota kecil di Indonesia). Selain itu masih banyak sejarawan, sastrawan dan budayawan yang membangun bangsa ini melalui ceritanya untuk membangun paradigma berpikir yang lebih luas dan terarah. 

Semoga bermanfaat, Tuhan memberkati.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar