Pentingnya menyaring sebuah pemberitaan
Sekarang ini informasi dapat tersebar dengan sangat cepat. Dulu waktu tahun 2008 jaman pra-smartphone, ada informasi apa, sms langsung tersebar. Jaman sekarang tahun 2013 malah lebih canggih, kebanyakan orang sudah memakai layanan internet menggunakan smartphone malah tidak ada beban biaya per-sms (Rp.350) dan bisa mengirim lebih banyak informasi secara hemat dengan kecepatan yang hampir sama. Begitu juga news (berita), banyak sekali referensi situs yang tersedia dan menyampaikan informasi-informasi yang kadang belum tentu kebenarannya.
Sekarang ini saya ingin sharing tentang kebijaksanaan dalam mengolah informasi? Seperti apa itu? Sayapun pernah kecelek dan juga menjadi orang yang juga salah. Oleh karena itu saya mempunyai pengalaman yang perlu saya sharingkan.
Suatu kali ada permasalahan yang dihadapi oleh dua orang, sebut saja X dan Y. Saya tau ada orang Z (selain X dan Y) yang memberi tahu masalah tersebut secara pribadi dengan saya. Saya di sini bukan sebagai apa-apa, hanya sebagai senior saja. Sayapun mengawali sesuatu dengan tidak bijak dengan langsung mempercayai Z yang ternyata pro dengan X. Kemudian usut punya usut saya yang pada titik itu semula pro dengan X, berbicara langsung dengan si Y. Dan rupanya 'informasi' / 'kenyataan' yang terjadi mulai terbuka dengan gamblang, saat berbicara dengan si Y saya merasa menyesal mengapa kok karena penilaian awal saya menganggap Y buruk (oleh karena informasi awal). Pada akhirnya saya ingat nasehat-nasehat yang diberikan oleh senior saya dalam manajemen konflik di organisasi bahwa "LIHATLAH DULU SEGALA SESUATU SECARA BERIMBANG DARI 2 SISI YANG BERBEDA, HAL INI AKAN MEMBANTU DALAM MENENTUKAN KEPUTUSAN" (maaf saya huruf besarkan karena kata-kata ini penting sekali).
Sama juga ketika diaplikasikan kepada situs informasi (berita). Pertama-tama kita harus tahu bahwa dalam setiap tindakan manusia baik itu dalam wujud kata-kata, perbuatan ataupun tulisan selalu mengandung maksud dan tujuan. Sama seperti pemberitaan / situs berita, mereka hanya menginginkan tulisan mereka dibaca dan mendatangkan pemasukan iklan.
Setiap kata itu subjektif, tidak ada kata-kata saja dan kemudian menjadi objektif, pemahaman lah yang membuat hal itu menjadi objektif. Dalam sebuah pemberitaan kita harus mengerti apa dulu agenda setting yang dibawa oleh berita itu, sehingga kita bisa berwaspada.
Baru-baru ini juga sempat diposting gambar-gambar unik yang seolah-olah mendramatisir kematian ustad kondang padahal usut punya usut ternyata itu adalah gambar yang dulu-dulu sempat diposting dan diedit seolah-oleh terjadi benar. Walaupun maksudnya 'baik', hal ini membuat miris karena betapa sulitnya manusia untuk berkata jujur dalam kebenaran. Hal yang lain yang sering terjadi seperti pemberitaan sensitif yang memicu kondisi panas pada hubungan antar kaum beragama di negri ini. Kasus lain di luar negeri ada beberapa foto yang diedit oleh kelompok militan yang menyalahkan pemerintah dll.
Seperti filsafat tubuh mengatakan telinga itu kanan dan kiri, sama seperti itu pula kita harus mendengar orang dari golongan kanan dan kiri secara bersamaan dan menyelidiki dengan otak (ditengah-tengah) apa kebenarannya sebelum menjudge dari diri sendiri. Sebelum memutuskan katakan dalam diri, "Tunggu dulu" mengapa? Apakah Anda ingin menyakiti orang akibat tindakan tidak hati-hati anda? Pernahkah Anda memikirkan bahwa tindakan tidak sengaja itu tidak apa-apa?
Saya posting beginipun ada maksudnya, saya tahu jaman sekarang ini banyak sekali orang yang menjadi emosional. Hal ini tidak terlepas dari instanitas yang menjadi pembiasaan diri ataupun diet tinggi garam di sekitar saya yang membuat orang-orang itu cepet emosi dan menjadi tidak bijaksana. Saya takut ketika kita menjadi mafia hakim bagi orang lain.
Konsep utamanya adalah lihatlah suatu permasalahan secara global, gunakan logika baik deduktif ataupun induktif, pertanyaakn dan kesampingkan perasaan.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar