Suka {filsafat, ngoprek dan berkomentar}

Kekuatan pikiran?

Tidak ada komentar
Dulu dengan edwin pernah diskusi dgn romo Pras (yg dosen filsafat juga), menyinggung dikit soal isu LGBT (yang dianggap secara sistemik bahkan membuat Gereja Katolik di Boston U.S.A. [yang mati-matian menentang pernikahan sesama jenis] baru-baru ini hancur, dan menjual semua asetnya karena koneksi kaum tersebut dengan pembesar negeri itu) dan bukti saintifik tentang adanya kromosom xxx dan xxy yang pernah dijadikan alasan kuat bagi kaum LBGT.

ilustrasi gelombang pikiran
(sumber: arganesh3.files.wordpress.com)


Despite, beliau sebagai seorang naturalis (seorang teolog kebanyakan naturalis), berpandangan, toh apabila benar ada terjadi kromosom xxx dan xxy, itu terjadi karena 'konstruksi mental' mereka. 'Konstruksi mental' di sini sedikit banyak sama dengan apa yang saya post dan bahas tentang fakta dan autosugesti sebelumnya di blog saya. Apa yang disebut 'konstruksi mental' itu berawal dari kepercayaan kuat dari pikiran subjek itu sendiri, beliau berdalih bahwa memang kekuatan pikiran yang sangat kuat mungkin mampu mempengaruhi fisik manusia sampai ke tingkat gen. Hal ini bukan tanpa dasar, saintisme sebagai optimisme di jaman ini memang ingin membuka (unfolding), tapi belum bisa, keseluruhan misteri di dunia. Di lain sisi optimisme ini selalu menyediakan ruang kemungkinan bagi sesuatu yang tidak mungkin sekalipun. Sebagai contoh: psikosomatik belum bisa dijelaskan dengan memuaskan hingga saat ini, namun terkadang hal tersebut menjadi salah satu probabilitas dalam prognosis oleh dokter.

Ilmu motivasi bagian dari ilmu 'kekuatan pikiran' sebagai upaya pencegahan menurunnya kualitas mental fitness yang kita dapatkan dari tokoh-tokoh:  Mario Teguh, Andrie Wongso, Brian T, Tony Robbins, Covey dll. Atau ilmu-ilmu self-hypnosis macam romo dewa, deddy corb. NLP yang bagian dari hipnosis mulai diperkenalkan sebagai ilmu komunikasi/marketing. Atau ilmu-ilmu energi kesadaran spt psikotronika o/ Tubagus Arief H. Mungkin ke depan bisa jadi aset kita untuk membentuk apa yang disebut 'konstruksi mental' itu secara mandiri dan mendasar.
Namun tanpa tujuan yang jelas 'konstruksi mental' tidak akan bisa terwujud.
Terimakasih untuk filsuf awali, Aristoteles, yang merumuskan kajian 'Natural teleology' sehingga dapat dikembangkan oleh filsuf selanjutnya yang manusia dikatakan mampu menolak dan lepas dari budaya masif (kajian eksistensialisme) dan menjadi lebih baik dengan menentukan tujuan-tujuannya secara independen dari pikirannya sendiri.

Tapi jika memang apabila kekuatan pikiran itu benar, apa yang akan Anda lakukan?

Tidak ada komentar :

Posting Komentar