Belajar karena membutuhkan
Pernahkah
kawan-kawan merasakan kesulitan dalam belajar? Banyak sekali alasan
kita untuk menjadi proscrastinator (penunda pekerjaan)? Maksud
saya banyak sekali yang kemudian mengatakan: “oh nanti saja
kerjanya, sekarang lagi males lebih tertarik pada x, 1 jam lagi,
(setelah 1 jam habis), 1 setengah jam lagi mungkin cukup... dst”
Sedikit
informasi game yang saya mainkan adalah prototype2, dimana berupa OPS
(One Person Shooter), macem GTA yang bisa dimainkan keliling-keliling
kota. Ada kawan saya yang mengatakan melawan tweet saya tentang
bagaimana menghentikan kecanduan game, dia mengatakan “ya
bagaimanapun awalnya dari keinginan dulu”. Saya diam membaca tweet
itu, tidak ada salahnya. Namun iman tanpa perbuatan adalah mati
(niat tanpa dilakoni secara
nyata itu juga sia-sia). Jadi mungkin alih-alih menjadi subtitusi,
saya menganggap itu sebagai suplementer dari tweet saya sebelumnya
yang mengatakan “Cara
untuk tidak kecanduan game: 1 menamatkannya, 2 menghapusnya :D” ah
sekedar curhat... kembali ke topik awal
Nah
ada beberapa hal yang perlu dikontemplasikan, saya pernah membuat
pernyataan sebelumnya (dengan tanpa membaca informasi-informasi lain)
bahwa kita
belajar ketika kita membutuhkan hal tersebut.
Hal tersebut dapat disinonimkan dengan kita
akan belajar kalau kita memiliki tuntutan akan hal tersebut.
Hal itu adalah pasti (saya pernah membuktikan beberapa kali).
Semisal: Saya dulu tidak pernah memiliki pengalaman sebagai
Sekretaris Jendral di KMK Santo Algonz tetapi
dalam perjalanan ternyata saya bisa mengorganisir data sekian
banyaknya, ataupun saya bersepeda motor dan bisa karena memang jarak
SMA yang begitu jauh. Kemudian yang baru lagi ini saya membuat
beberapa pembaharuan akan teori itu, ketika belajar adalah waktu
kita membutuhkan
/ perceived
as we need it
(Saya tidak bisa mendefinisikan kalimat kedua dalam Bahasa Indonesia
yang baik dan benar, karena beda arti antara dirasakan dan
perceived).
Dalam
kata perceived
kita akan
berusaha
menghack / memanipulasi pikiran kita. Hal ini sulit dan kadang tidak
bisa dipaksa untuk terjadi. Namun
to
become a real needs, sometimes we need to perceived it first.
Kita harus mendefinisikan keuntungan-keuntungan apa yang bisa dicapai
dengan –
belajar hal
ini –
di
masa mendatang, dengan itu kita akan belajar dengan
lebih mudah.
Selain
itu perceive
bisa
dibawa dengan menimbulkan aspek curiousity
(rasa
ingin tahu)
dalam diri kita. Dengan rasa ingin tahu banyak hal yang kita lakukan,
Rasa ingin tahu adalah modal yang amat tinggi dalam hubungannya
dengan spiritualitas sebagai seorang murid. Rasa ini akan membawa
kita mengeksplorasi segala sesuatu dengan baik dan tanpa batas.
Namun
ketika dibreakdown
banyak hal yang menghalangi kita untuk belajar (baik langsung /pun
tidak langsung). Rasa itu adalah seperti kekhawatiran akan masa
depan, adanya hiburan lain (utamanya game/ sosial networking),
himpitan ekonomi, kegelisahan akan diri, ada pekerjaan lain yang
harus segera dikerjakan, ada rasa di mana belajar itu sesungguhnya
hanya akan menjadi percuma, dll. Saya mengatakan itu karena saya
mengalaminya sendiri.
Saya
belajar komputer di mana saya sesungguhnya adalah mahasiswa yang
tidak berada pada jurusan itu, namun ketertarikan / curiousity
saya berada pada hal itu (khawatir dalam relevansi pekerjaan di masa
mendatang). Tapi kita harus yakin bahwa waktu yang terbuang untuk
ilmu/ belajar tidak sia-sia terbuang dan pastikan
bahwa kita mendapatkan sesuatu dalam belajar.
Waktu itu menggumpal menjadi kumpulan saraf-saraf di kepala kita yang
akan selalu diingat sampai masa tua kita. Jangan terlalu banyak
istirahat / tidur siang karena itu percuma dan sia-sia, belajar
sebanyak mungkin dan kenalilah dunia. Namun untuk mahasiswa akhir
seperti saya juga harus memperceive diri saya untuk bisa menemukan
curiousity
dalam bidang saya sendiri dan menggabungkannya dengan hal-hal lain,
itulah yang membuat diri ini lebih bernilai.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar