Hilang lagi, si burung besi
Kalau dalam higiene-sanitasi makanan, itu ada istilah: makanannya HARUS aman dulu baru pikirlah bergizi atau tidaknya. Logis lah, makan untuk hidup nah kalau makanan itu bikin kita mati? LAGI Pertanyaan seperti: apa bisa disebut makanan bila sesuatu itu tidak lagi aman? atau apa bisa disebut penerbangan apabila tidak aman? perlu sekali direfleksikan berulang-ulang.
SAFETY layaknya tidak etis dianggap sebagai competitive advantage, entah untuk perusahaan makanan,lingkungan ataupun kedirgantaraan. Karena ciptaan manusia itu untuk kehidupan manusia, tidak berlaku sebaliknya. Safety dapat juga dianggap sebagai bentuk memanusiakan manusia dalam suatu bentuk pekerjaan. Mengutamakan safety bisa dianggap bahwa pemilik usaha melihat dirinya ,dalam diri kustomer, dalam aspek binisnya.
Kita tahu bahwa perusahaan juga pada dasarnya tidak menginginkan kecelakaan, kecelakaan sebagai sesuatu yang insidental bisa menjadi dalih yang sah untuk menghindar dari tanggung jawab. Terimakasih untuk penemuan konsep 'persentase' karena dalam pengetahuan berkerangka ilmiah, yang menganut positivisme ini, manusia bisa merasionalkan, menghitung, meningkatkan atau mengecilkan angka persen kemungkinan-kemungkinan/kecelakaan-kecelakaan yang dapat terjadi. Saya tidak terlalu suka dengan orang yang merendahkan nilai nyawa dengan mengatakan,"halah... memang sudah nasibnya", manusia macam ini mungkin dalam zombie state saat belajar, dia tidak sadar sebagai manusia dididik dalam kerangka pemikiran positivisme logis. Optimisme terhadap kehidupan yang lebih baik harus mendasari manusia dalam mengembangkan teknologinya.
Setelah kecelakaan pada MH370 dahulu, sekarang kita mengalami kecelakaan pada pesawat air asia QZ8501 pada tahun yang sama 2014. Saya mungkin sekarang hanya pengkritik, orang pengkonseptual, namun mungkin apabila saya boleh berkomentar. Bagaimana bila seluruh maskapai penerbangan bekerja sama untuk sharing teknologi, informasi dan pengetahuan dalam apapun, dalam meningkatkan tingkat keamanan bisnis penerbangan yang ada. Seperti yang saya katakan, sudah tidak etis lagi menggunakan SAFETY apalagi dalam kedirgantaraan sebagai competitive advantage. Persaingan nanti mungkin dalam hal selain SAFETY tersebut. Bayangkan dulu yang hilang saja belum diketahui penyebabnya.
Bukankah sesuatu itu apabila jelas dapat menyebabkan sesuatu yang irreversible (cacat atau kehilangan nyawa) tidak boleh ditimbang-timbang lagi?
No similar posts
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar