Suka {filsafat, ngoprek dan berkomentar}

belajar harus berpraktek, berpraktek hrs dengan ajaran

Tidak ada komentar
Praktek adalah belajar, sama juga nilainya dengan membaca buku. Keduanya tidak saling melebihi ataupun mengurangi, keduanya ini saling melengkapi.

Membaca buku tanpa praktek percuma, sama juga dengan praktek tapi tanpa pernah membaca buku.

Karena baik membaca ataupun praktek merupakan penegasan dari kawannya.

Ada pepatah bilang, perubahan tanpa perubahan bukanlah suatu perubahan. Dan pastinya bila orang benar-benar belajar akan berubah cara pandang akan sesuatu dalam pekerjaannya ataupun merubah sistem kerjanya akan sesuatu.



Ada beberapa hal yang saya pahami tentang ini dalam praktek kehidupan saya sehari-hari.

  1. Untuk disebut sebagai 'pemberani', seseorang harus overcome ketakutannya. Takut itu ada dalam kehidupan setiap orang, takut itu manusiawi dan tidak bisa dihindari. Jadi pada saat takut saya harus belajar untuk berani dan berpraktek pada saat itu juga
  2. Untuk disebut sebagai 'rajin', seseorang harus overcome kemalasannya. Malas itu ada dalam kehidupan setiap orang, malas itu manusiawi dan tidak bisa dihindari. Jadi pada saat malas saya harus belajar untuk rajin dan berpraktek pada saat itu juga
  3. Untuk disebut sebagai 'teliti', seseorang harus overcome kecerobohannya. Kecerobohan itu ada dalam kehidupan setiap orang, kecerobohan ini manusiawi dan tidak bisa dihindari. Jadi dalam setiap waktu, saya belajar untuk awas dan teliti.
Tidak ada manusia yang statis, Tuhan menunjukkan itu secara implisit melalui penebusan-Nya. Pribadi Yesus selalu mengingatkan pada saya tentang 'selalu adanya kesempatan' manusia untuk bertobat. Tidak ada orang yang terlahir sebagai pencuri dan mencuri seumur hidupnya, tidak ada orang yang salah dan salah seumur hidupnya. Oleh karena itu ada istilah pengampunan dan pengakuan kepada sesama. 

Ketika terjatuh dalam pencobaan, iblis selalu mengatakan kepada saya, "Sudah tidak bisa lagi kamu, memang kamu terlahir seperti ini..." | namun saya menolak kata-kata itu karena manusia diberkati oleh kemuliaan Allah bila dia benar memintanya, tidak ada Bapa yang memberi batu pada anaknya ketika dia meminta roti. 

Mungkin bagi anda bodoh ketika saya berusaha mempersonifikasi dialektika intrapersonal dengan mengatakan pihak yang membuat penilaian yang memperburuk kita secara ad hominem adalah iblis. Namun bukankah ketika kita sebagai kaum theist tidak awas terhadap 'adanya' iblis sebagai kontras dari sifat Allah, menjadi absurd religiusitas kita? Maksud saya bila ada kesalahan akibat nafsu, kita menyalahkan diri kita dengan mengatakan itu manusiawi, yang berakibat pada repetisi kesalahan yang sama yang padahal itu adalah dosa (dosa dianggap manusiawi).

Tiap jatuh ke dalam dosa, mohon ampunan dan bangkit lagi. Selalu ulang-ulang dan ulang lagi dari awal, tegaskan niatan dan selalu bangkit dalam perubahan dalam praktek dan pembelajaran. Jangan jadi orang munafik yang tumpul rohaninya, yang jatuh dalam dosa, minta ampun mengatakan berubah namun kembali lagi menjilat air liurnya sendiri orang seperti ini sulit untuk diselamatkan. 

Kalau ada penyesalan mendalam akan masa lalu, mintalah ampun dan lepaskan masa lalu itu, berdamailah dengan hati nurani, karena masa lalu tidak bisa diubah, pintu pertobatan diubah di masa sekarang ini (tanggal ini, jam ini, detik ini, bukan masa mendatang). Berdamai dan terbuka adalah penting untuk bisa belajar dan berpraktek. 

Tidak ada komentar :

Posting Komentar