Suka {filsafat, ngoprek dan berkomentar}

Pekerjaan dan Passion vs. Gelar

Tidak ada komentar

Bagi saya pekerjaan dan passion itu bisa berbeda, perbedaan itu dilihat dari tujuan utama (primary objective) dari tindakan tersebut: Pekerjaan berduit adalah hal yang kita lakukan untuk menyambung hidup sedangkan Passion adalah hal yang kita kerjakan untuk pemenuhan kebutuhan kita untuk menjadi satu manusia yang utuh.



Idealnya ya passion itu yang menjadi pekerjaan dan inilah yang diidam-idamkan semua orang. Untuk passion menjadi pekerjaan kita harus bener-bener mendalami bagian-bagian apa saja dari passion ini yang bisa dimonetasi dan dalam kerangka model bisnis yang bagaimana.
Entah kenapa saya berpikir bahwa banyak sekali pekerja seni itu, hidup dalam passionnya.

Contoh Steve Jobs, passionnya adalah mengembangkan suatu karya perangkat digital dengan keindahan dan kesederhanaan (easy to use) yang utuh. Monetasinya? dengan menjual hasil karya konsep keindahannya dalam bentuk perangkat. Model bisnis? dengan B2B ataupun B2C.

Ketika passion menjadi suatu pekerjaan, maka tantangannya adalah segala teknik pada passion Anda harus dicari ilmunya. Ilmu dicari karena pengetahuan saja tidak cukup. Dengan mencari ilmu, kita akan lebih menguasai dan mendalami hal-hal yang bisa digali dari passion saja. Namun untuk mencapai hal ini butuh kelapangan hati. Kenapa? Banyak orang yang tidak mau hobby-nya dimonetasi karena tidak mau terlalu serius dan kehilangan aktivitasnya yang malah seharusnya bikin rileks (golongan ini takut apabila passion didalami akan menjadi stressfull dll.) Padahal akan banyak hal menarik yang terkuak apabila kita mendalami sesuatu. 


Namun selain itu hal yang yang lain lagi, yaitu GELAR.

Nah hal ini yang bagi saya menjadi satu pertanyaan sendiri. Diskusi saya akhir-akhir ini selalu tidak jauh-jauh dari hal di atas. Mungkin karena masih muda ya? Untuk saat ini, saya memiliki suatu model bisnis yang di luar dari/bahkan tidak memerlukan keilmuan dari gelar yg saya dapatkan. Dan, saya merasa (belum saya konfirmasi sih) bahwa teman-teman yang bekerja pada perusahaan besar selalu urging bahwa saya harus - selagi umur - mencari 'pekerjaan' yang sesuai dengan apa yang telah saya pelajari. Alasannya mencari pengalaman, ada yang dibanggakan dll.

pengetahuan saja tidak cukup bagi kita untuk menjadi ahli

Saya juga berpikir bahwa apa yang dimaksud dengan pengalaman ini, sebenarnya tidak berbeda dengan bentuk-bentuk lain pengetahuan. Padahal kita tahu bahwa pengetahuan saja tidak cukup bagi kita untuk menjadi ahli, kita perlu ilmu pengetahuan! Ilmu pengetahuan ini hasil honing terus menerus dan selalu diuji dari waktu ke waktu. Ilmu adalah kristalisasi pengalaman, asam-garam yang mengkristal. Buku saja tidak cukup memang untuk mendapatkan ilmu ini, perlu ada trial and error dari diri kita sendiri.

kerja passion saya gambarkan sebagai kerja yang bahkan kita enjoy tanpa dibayar sekalipun, di tingkatan yang lebih tinggi kita sangat getol dengan hal tersebut.



Dan lagi, apakah ketika manusia, orientasi kerjanya, berangkat dari gelar dia akan benar-benar mendapatkan passion? Beberapa mungkin iya jika memang sejak awal sebelum masuk di jurusan/universitas tersebut memang sudah cocok, bila tidak? Bagaimana kita bisa tahu? Bukankah itu semacam stockholm syndrome apabila dipaksakan? Mungkin juga ada bias di sini: ada yang niat hati menolong orang dan gelar tersebut menjadi instrumen dari passion tersebut. Tapi gelar tersebut tidak benar-benar berasal passionnya.

Jadi menurut saya untuk bekerja ada beberapa pilihan di kepala para sohib muda:
  1. Pekerjaan berduit, 'Sudah apapun yang menghasilkan duit dikerjain dulu'
  2. Passion,'Misal tiap hari buat meme, akhirnya buat page yang bisa dipasang iklan dll.'
  3. Pekerjaan Gelar,'Tunggu, maunya masuk di perusahaan besar sesuai pendidikan saya supaya tidak malu-maluin almamater dan ortu yang susah nguliahkan'
Di sini saya menyebut gelar dalam kategorinya sendiri, karena bahkan ada kasus-kasus yang penghasilannya tidak cukup dan dia sebenernya tidak senang namun memaksakan suatu pekerjaan karena dianggap 'akademik' (pemenuhan terhadap gelarnya sendiri).

Namun memang tidak bisa dipungkiri paradigma pekerjaan 'akademik' ini yang selalu mendominasi. Freud pernah menyatakan bahwa peradaban tercipta dari 'sex-urge', kebutuhan akan pengakuan diri di hadapan orang tua, mertua dan pacar juga bisa dijadikan alasan kuat untuk bekerja mengikuti pekerjaan gelar.

Saya tidak menyatakan juga pekerjaan gelar itu hal yang salah, namun apabila memang ada pekerjaan yang akademik dan berbayar cukup tinggi. Mungkin itu sama nilainya dengan kerja passion. Namun, di sini yang saya tekankan adalah manusia harus aktif 'taking care' of him/herself. Passion itu yang membuat menara babel (dalam terminologi positif), yang membangun jembatan terbesar tanpa hal itu kita harus waspada ter-bonsai-kan.


Demikian....

Tidak ada komentar :

Posting Komentar