Suka {filsafat, ngoprek dan berkomentar}

Siapa yang terhebat? Hebat dalam apa?

Tidak ada komentar
Beberapa tahun di universitas ini merupakan fase perubahan paradigma yang besar-besaran terjadi pada diri saya sendiri, bisa disebut setengah curhat tetapi jelas sekali ketika pintu dunia baru dibukakan, kita akan benar-benar menyebut diri kita benar-benar sangat kurang. Paradigma lama saya yang mengatakan bahwa menjadi seorang dengan beberapa karakteristik seperti kemampuan bermain music yang hebat, kecerdasan dan hikmat kebijaksanaan terubah menjadi suatu bentuk baru yang sulit sekali untuk dijelaskan dengan kata-kata yang pasif. Sifat-sifat yang menunjuk pada sesuatu yang empiric, pengalaman konflik panjang, runtutan stress yang tinggi, tahanan emosi, kesedihan, perpisahan, kebahagiaan membawa kepada suatu refleksi diri menuju kepada pola olah kesadaran yang mungkin sering dilakukan oleh biarawan karmel.



Pada detik saya menuliskan postingan ini, saya merasa kurang sekali. Teori-teori yang diajarkan terlalu banyak untuk benar-benar dipahami, waktu untuk berpraktek memang banyak tetapi sekali lagi penerapan dalam kesadaran penuh selalu tidak cukup. Investasi waktu (pada kegiatan) membawa saya kepada sebuah aliran kehidupan yang tak kunjung henti, membawa sebuah momentum yang tidak mampu dihentikan di satu titik saja. Momentum ini mendorong pada hal-hal yang baru positif yang belum pernah saya rasa.
Konsep hebat? Mengapa saya mengangkat hal ini? Karena nyatanya manusia tertantang untuk selalu menjadi yang terdepan, mendapatkan agar pujaan hatinya selalu di sisinya ataupun selalu menang. Tetapi dalam kenyataan konsep yg saya pegang tersebut itu mulai pudar karena melihat bahwa banyak teman-teman yang memiliki kemampuan luar biasa masing-masingnya. Dalam olah, refleksi dan analisis panjang kepada kawan-kawan dekat, saya menemukan bahwa paradigma / konsep hebat yang mengunggulkan diri tapi hanya untuk diri sendiri itu sudah tidak relevan lagi. Bukannya menghapus konsep tersebut, tetapi lebih melengkapinya dengan sifat membangun yang tulus kepada satu sama lain. Kemampuan musik individual yang hebat pada seseorang menjadi percuma ketika dia tidak bisa mendaya gunakan diri kepada orang lain, tetapi bukan berarti kemampuan music yang hebat perorangan tidak diperlukan. Pada jaman yang semakin sulit ini semakin banyak saja orang yang menjadi egois bagi sesamanya.

Melayani, dan melakukan sesuatu tidak berdasarkan proyeksi / fantasi pikiran kita sendiri. Apa yang kita anggap belum tentu orang lain, apa lagi Tuhan sendiri. Rencana fana manusia bukan rencana Tuhan. Kehebatan kita selalu bukan milik kita sendiri, karena bukankah kita berdoa di pagi hari supaya Tuhan melindungi kita (dari segala keburukan dll) merendahkan diri juga perlu, seperti yang dilakukan oleh Daud dengan mazmurnya dia memuji kebaikan Tuhan yang memenangkannya dari segala peperangan. Melayani dengan seluruh bakat yang kita miliki kepada sesama kita, apalagi saudara yang seiman dalam suatu wadah kerohanian yang ada.

Yah, mungkin ini bisa jadi kesimpulan sementara / pun terakhir, tetapi nyatanya orang yang hebat adalah orang yang bisa memberikan sesuatu yang terbaik kepada orang lain, siapapun dan apapun itu konteksnya.

Tetap semangat!

Tidak ada komentar :

Posting Komentar