Suka {filsafat, ngoprek dan berkomentar}

Agama mana yang eksklusif?

Tidak ada komentar
Pemikiran ini berasal dari kontemplasi kasus-kasus agama aliran keras (baik katolik ataupun non-katolik) yang kerap kali terjadi di Indonesia. Mengingat bahwa sesungguhnya agama itu diciptakan baik adanya, perbedaan dalam keagamaan menurut saya mayoritas spesifik mengatur kepada bagaimana manusia berhubungan dengan Tuhannya secara khusus dan tidak mengurangi bagaimana seharusnya orang berbuat baik untuk sesama.

Kalau anda masih berpikir tentang mendebat kebenaran dalam agama lain, anda salah! Kebenaran itu terletak hanya pada Allah / Sang Hyang Widhi / Yang Maha Kuasa / Gusti / Tuhan / Yahwe atau dalam bahasa lain manusia menyebutnya. Kebenaran hanya satu dan kalau mau mendebat lihatlah dari perspektif/sisi kebenaran itu supaya semuanya jelas dan terang. (di mana itu?)



Eksklusif berarti sendiri, orang yang mengeksklusifkan diri berarti orang tersebut menyendirikan dirinya daripada orang lain - berarti mengurangi kadar komunikasi dan kontak dengan orang lain. Eksklusif tidak berarti selamanya buruk, eksklusif bisa saja dimaksudkan untuk menjaga suatu kemurnian dari suatu paham tanpa ingin terpengaruh oleh paham lainnya. Tetapi jika eksklusifitas ini terjadi pada agama? Apakah baik? Mungkin kawan-kawan sekalian tidak menganggap aneh akan hal itu, tetapi mari kita breakdown:

Dalam hal ini saya bahas dalam katolik,

Sebenarnya di awal sejarah kristen, tidak ada istilah katolik. Katolik adalah ada setelah agama yahudi yang menurut sintesis saya adalah penyempurnaannya. Sejak dari Gereja Perdana awal, katolik disebarluaskan secara inklusif dari setiap orang yang hidup di jamannya. Penyebaran itu bukan atas dasar ingin dominasi dalam paham atau yang lain tapi dikarenakan adanya kesadaran akan suatu kebenaran dalam suatu masyarakat khususnya untuk masyarakat romawi-yahudi di Israel pada masa itu. Demikian pula Yesus yang pada saat itu sebagai orang yang merupakan perwujudan sempurna dari inklusif itu, ingat tentang bagaimana Dia mengajar orang-orang, memberi makan orang banyak, dll. Dia tidak pernah menutup diri-Nya ketika orang hadir kepada-Nya.

Demikian juga dalam agama lain, tidak ada eksklusifitas dari nabinya sejak dari jaman jahiliyah sampai perkembangan peradabannya. Oleh karena iman mengatakan bahwa Tuhan itu satu - itu benar - dan aturan-aturan dalam agama itu yang membuat kita hidup harmonis dengan sesama serta mampu mencapai surga

Kita dalam kesatuan seluruh umat beragama di Indonesia harus sadar sejak awal bahwa kita sesama umat tidak bermusuhan. Umat Tuhan tidak sepantasnya memusuhi umat Tuhan, hanya saja kita sedang dibingungkan oleh Setan. Dialah musuh utamanya, dia pada jaman sekarang ini mensetting agar bagaimana kita tidak menyadari bagaimana jahatnya dunia dan menjadi tidak berfokus kepada apa esensi dari perbuatan baik sesama seiman dan kepada Yang Maha Kuasa.

Ada istilah orang fasik (orang beragama tapi tidak beriman),
Ada istilah orang kafir (orang tidak beragama tapi belum tentu tidak beriman), 

keduanya tidak baik, tapi lebih tidak baik lagi jika seseorang itu meng-kafir-kafirkan orang ataupun menghujat orang lain atas dosanya. Ingat kita semua berdosa di sini tidak ada yang sempurna, dan tidak pantas bagi seorang berdosa menyalahkan atas dosa orang lain. Kalau berlaku demikian berarti kita siap untuk dinilai double-standard oleh Tuhan, kita akan dihakimi sebagai hakim (menurut standar hakim) dan bukan sebagai orang biasa, otomatis lebih berat tanggungannya. Tetapi menasehati adalah cara yang baik...

Dan pada akhirnya kita sebagai orang yang sadar (demikian Anda sekalian pembaca blog saya) juga seharusnya merubah tataran dan pendekatan dalam keagamaan menjadi lebih terbuka, dekat dan suka bersosial dengan orang-orang beragama lain ataupun semua orang tanpa melihat batas untuk bersama-sama mewujudkan apa sih perbuatan baik bersama-sama itu? (Cinta Kasih pada sesama) Bagaimanakah sebenarnya tindakan yang sesuai dengan kodrat kita sebagai manusia (tindakan manusiawi) yang benar dan tersirat dari Kitab Suci kita.

Pewartaan dalam segala istilahnya itu bukan hanya sekedar ayat tetapi ajakan untuk berbuat baik.

Kalau kita percaya bahwa kita menuju kebenaran yang sama, kita harus juga paham bahwa kebenaran itu bukan milik kita semata. Oleh karena Sang Maha Kebenaran itu menciptakan segalanya bukan tanpa maksud. Dan karena kebaikan-Nya yang Maha Dasyat Dia pasti memberikan peluang yang sama kepada semua makhluk manusia ciptaanya. Ini prinsipnya yang harus kita pegang.

Inilah bukti orang benar-benar bisa dikatakan beragama yaitu mengajak orang lain untuk berbuat baik secara inklusif.

*duc in altum*

Tidak ada komentar :

Posting Komentar