Kita sebagai sel dan kesehatan lingkungan
Kesehatan lingkungan menurut saya adalah istilah yang disematkan untuk keilmuan yang mengakibatkan space dalam berbagai dimensinya, baik dalam sosial-ekonomi maupun alam fisika-kimia-biologis sekitar, untuk dapat membuat manusia mampu melakukan segala aktivitasnya tanpa ada batasan demi tujuan terwujudnya kehidupan yang lebih mulia.Mencapai tujuan itu diperlukan adanya suatu rasa memiliki, yang rasa memiliki ini didapat melalui keheningan perenungan secara jujur dalam hati nurani tiap-tiap makhluk yang menyebut dirinya manusia. Pencapaian lingkungan yang sehat memang akan memakan biaya besar, oleh karena itu kesehatan lingkungan sebagai sesuatu yang diperjuangkan memang pada akhirnya selalu dipersepsikan sebagai bertentangan dengan kepentingan ekonomi, utamanya ekonomi dalam paham kapitalisme murni. Kapitalisme sebagai suatu paham yang menjunjung tinggi margin keuntungan yang lebih besar bagi pemilik modal serta persaingan menjadi yang terbaik itu memilki tendensi untuk menolak tujuan kebaikan bersama apabila dianggap membatasi pergerakan idealnya.
Di saat ini arah pergerakan kebijakan ekonomi lingkungan Indonesia sungguh cerdas yaitu bisa memadukan antara sistem gratifikasi dengan kewajiban lingkungan dalam “Penilaian PROPER” (permenlh nomor 5 tahun 2011). Secara sederhana dapat saya ringkas sistem ini: bahwa apabila perusahaan / pabrik mengelola lingkungannya dengan baik (menurut undang-undang sebelumnya yang berlaku) dan mendapatkan penilaian baik menurut PROPER, maka perusahaan mendapatkan kemudahan dan mampu meningkatkan apresiasi masyarakat baik lokal maupun internasional terhadap perusahaan itu, yang pada akhirnya kembali memberikan manfaat dalam perekonomian mereka.
Pada konstelasi manusia berfilsafat dan suka melakukan perenungan (refleksi), sudah tentu mereka tanpa adanya keuntungan timbal balik itupun akan melakukan kontrol pada aktivitas lingkungannya. Saya mengatakan seperti ini karena pada konstelasi tersebut, tiap pribadinya sensitif dan menolak sangat untuk disebut hipokrit, oleh orang lain terlebih dalam oleh dirinya sendiri.
Namun kembali lagi, terwujudnya tujuan lingkungan yang sehat itu lebih besar kepentingannya daripada menunggu orang-orang untuk menerima penawaran retorika ideal semacam “kesadaran hati nurani” yang sering dilakukan oleh kaum tersebut, oleh karena lingkungan menyangkut nyawa dan sudah sewajarnya tidak boleh ada orang yang tawar-menawar soal kepentingan kehidupan yang lebih besar ini (bigger life is a must!). Saya sebut ‘yang lebih besar’ dikarenakan lingkungan dalam hal ini juga menyangkut segala komponen satwa dan fauna, keindahan yang dititipkan Sang Maha Pencipta pada manusia. Ketika ada sebagian besar masyarakat yang tidak mampu berefleksi, maka yang berefleksi harus membagikan dirinya melalui serangkaian alur yang etis untuk memberikan pagar besi demi manusia dan generasinya mendatang.
Saya menulis ini walaupun puji Tuhan ada beberapa orang cerdas yang menemukan sistem proper ini, dalam temuan saya pelaksanaannya beberapa belum maksimal dan diperlukan kesadaran diri dari masing-masing pihak. Segala hal mesti ada konsekuensinya, kelola lingkungan atau biarkan anak cucumu kelak menderita!
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar