Suka {filsafat, ngoprek dan berkomentar}

Berita Hoax 101 | Penawaran Solusi

Tidak ada komentar

Saya sebenernya jujur adalah orang yang serius tapi dibalik itu sebenernya suka bercanda. Tapi untuk temen-temen bercanda bahwa 'kamu ini kurang piknik' untuk ketika saya share tentang berita yang (kemungkinan besar) bisa mengubah hidup mereka itu bener-bener hal yang apatis menurut saya. Ojok nemen-nemen ta rekk... Silahkan dibaca, semoga tulisan ini bisa bersifat universal.



Percayakah Anda iklan seperti ini bisa jadi senjata ampuh?

Berbagai scrutinity yang terjadi jaman ini, itu tidak pernah terjadi di jaman sebelumnya (unprecedented). Bagaimana politisasi - opera sabun - menjadi senjata yang kuat untuk menggerakan massa. Iklan menyentuh hati terhadap penindasan rakyat negara tertentu digunakan untuk mendapatkan dukungan dari warga negara untuk melancarkan peperangan di negara lain. Ketika kita tersentuh dengan suatu iklan, kita akan mengusahakan sesuatu untuk bagaimana caranya agar orang tersebut tidak menderita. Berbagai opsi sebenernya tersedia: 
  1. Duduk bareng dan halting semua aktivitas kedua belah pihak untuk dialog, mencari penyebab serta kesalahpahaman dan menemukan solusi yang reversible bagi kedua belah pihak.
  2. Bertarung dan menyelesaikan dengan perlombaan fisik yang adil dan beradab
  3. Aggresi maksimal! Tidak usah diskusi, semua untuk saya, langsung hajar. Pukulan itu pantas bagi penjahat! Sesuatu yang dibiasakan sekarang ini lewat film-film (akan saya bahas lebih lanjut di bawah)
Namun opini kita di-hack supaya kita menjadi 'flock' yang bisa digembalakan dengan mudah. 
Mari kita lihat contoh kasus, tentang film Spiderman. Banyak sekali villain yang ada, namun solusi yang digunakan selalu penghancuran / pematian dari villain tersebut seolah-olah tidak ada solusi lain. Film barat / action selalu mengutamakan aggresi sebagai balasan dari dark-humiliation pihak lain. Di sisi ini saya pun setuju dengan pendapat (apabila ada), 'bila tidak demikian tentunya film itu tidak menarik' atau pendapat 'kekerasan kadang diperlukan'. Namun menurut teori behavioristik, manusia sebagai makhluk yang malas berpikir tentunya bila tidak sadar akan mengikuti kebiasaan tersebut.
Contoh semisal kita melihat ketua FPI yang bikin gemes itu, tentunya pola pikir kita akan selalu mengarah ke aggresi kepada Rizieq, atas (coba ingat) segala keputusan yang semena-mena terhadap demo aktivis (sebelum kasus Ahok ini). Namun solusi untuk duduk bersama dan buat dialog, walaupun akan habis 1000 tahun pun tidak pernah terpikir. Mengapa?
Film dokumenter yang menyajikan pemberitaan harus selalu dikritisi dengan cermat. Tiap media itu punya tujuan, entah tujuan besar atau kecil. Tiap tujuan selalu ada keberpihakan. Walaupun saya sendiri berkata bahwa saya melakukan sesuatu untuk kebenaran bukan berarti saya berpihak pada kebenaran (karena manusia bisa bohong, mulut jangan dipercaya, aksi riil iya jangan percaya aksi pencitraan). Dasar pemikiran, narasi dan perbuatan harus kongruen agar layak mendapatkan penerimaan kita. Misal saya kasih contoh nyatanya:

Pembuatan film di Korea Utara, tentang bagaimana banyak sekali orang 'dicengkeram' kuat di sana oleh penguasa. Menarik sekali beberapa saat lalu RT mengirimkan video yang seperti ini:


Coba klik link ini untuk melihat langsung di facebook. Image yang sangat positif.



Kita bandingkan dengan model lain seperti yang di atas. Image yang sangat negatif.

Secara bahasa psikologi apabila orang sering melihat video nomer 2 (yang 'biasanya' diendorse oleh media mainstream) kemudian melihat video pertama. Yang terjadi adalah disonansi-kognitif atau bahasa simpelnya terjadi kontroversi mana yang benar. Kemudian kita akan ditawarkan memilih dari antara kedua hal tersebut. Namun biasanya orang akan memilih, siapa yang paling banyak peminat. (efek bandwagoning). Namun hal yang diiyakan oleh banyak orang sayangnya juga belum tentu benar, bahkan nabi-pun sendirian di perjuangan awalnya.

Namun kawan-kawan, efek bandwagoning itu bisa mematikan. Apabila sesuatu yang benar atau tidak langsung di-verdict (diputuskan) dalam satu potong waktu, tindakan yang punya konsekuensi irreversible kemungkinan besar akan terjadi. Perkenankan saya kasih contoh kasus:

Illustrasi
Bayangkan ketika suatu kali si Dinda berada di bandara, dia akan pergi pulang ke negara asalnya dan berada di ruang duduk untuk menunggu kedatangan pesawat. Doi membuka jajannya, kemudian sambil santai memakan 'chips' itu. Tanpa di sadari ternyata ada orang lain, lebih tua, bapak-bapak yang juga ikut mengambil jajan miliknya itu. Si Dinda ini sebel, karena tiap doi tidak ambil... pria itu tetap saja mengambil chipsnya. Maka Dinda tidak mau kalah dan memutuskan mengambil chips ketika pria itu mengambil, supaya impas pikirnya. Kemudian ketika pada chips terakhir pria itu mengambilnya dan membaginya dua dengan Dinda. Karena sangat marah akhirnya Dinda menapuk kripik itu dan pergi dengan majalahnya menuju ke pesawat. Ketika dia duduk, dia melihat ternyata kantung chips itu ada di dalam tasnya dan belum terbuka sama sekali. Namun sayang seribu sayang, Dinda tidak sempat untuk minta maaf kepada pria tua tersebut yang mau membagi chipsnya.
Dinda melakukan sesuatu yang 'irreversible' di sini, mau minta maaf pun tidak bisa lagi. Selamat tinggal anon yg baik hati.
Perlu diketahui, media tidak memiliki nilai pada dirinya sendiri. Untuk jadi bernilai media harus mampu memberikan pengaruh pada manusia agar mereka memenuhi tujuan si media. Demikian berita pun demikian, bayangkan contoh satu media men-cap 'FAKE NEWS' pada media lain dan sebaliknya. Kalau kedua pendukung (misal) sama-sama banyak, mana media yang Anda pilih? Maka sangat sulit bagi sayapun untuk (dalam blog ini) mengatakan dengan jelas mana yang fake dan yang asli.
Karena dalam teori propaganda peperangan ada istilah demikian: gunakan berita bohong saja atau setengahnya jujur atau jujur seutuhnya. Hal ini digunakan dalam situasi-situasi yang hanya bisa dinilai menggunakan intuisi dan perhitungan rasional-matematis-historis.
Namun apabila berita yang fake tidak ditunjuk maka justifikasi perang bisa selalu terjadi. Repot bukan? Saya mengajukan beberapa tawaran solusi di bawah ini: 

FILTER SOCRATES

Ilustrasi wajah Socrates
Pada jaman dahulu di Yunani, ketika banyak sekali pemikiran bebas dilontarkan oleh para filsuf kadang membingungkan kaum muda yang ingin belajar. Socrates mengajukan 3 pertanyaan berikut untuk menguji kepastian 'informasi', anda bisa browsing Socrates' Triple Filter Test:
  1. Apakah itu sungguh terjadi? *kepastian sebuah berita
  2. Apakah berita itu baik? 
  3. Apakah nanti akan berguna bagi saya?

*Chaplain saya pernah bilang kalau, menurut orang Yunani kuno, apa yang dianggap baik itu bukan menurut standar agama (karena orang Yunani Politheist, jadi bisa sangat relatif nilainya) tapi menurut kebergunaan-nya bagi sosietas. Sedang yang ketiga adalah kegunaan bagi pribadi Socrates. Kalau klik link pasti tau contoh kasusnya lebih jelas.


Oh ya karena disebut filter, maka hal tersebut dipertanyakan dulu sebelum mendengar / mengkonsumsi berita. Jangan sampai baca berita brambang, dikupas ternyata semua hanya kulit.

GAYA HIDUP MEDITASI


Meditasi mudahnya adalah Anda duduk diam dan memperhatikan (dengan mendengarkan) nafas Anda, Saya tidak menyuruh untuk tidak berpikir, tapi hanya perhatikanlah nafas Anda. Perhatikan dan namai emosi-emosi yang lewat dalam hati Anda, jangan dijudge. Juga jangan mencari penyebab, karena pemikiran analitis bukan maksud dari meditasi, kita hanya mencari kesadaran. 
Lakukan hal ini, kalau saya minimal 1/2 jam. Seminggu 3x, minimal.
Meditasi sebenernya tidak absolut bagi saya, namun tanpa menjadikannya gaya hidup mustahil untuk mendapatkan apa itu 'MINDFULLNESS'. Mudahnya begini, kita berpikir kan menggunakan kata-kata. Silahkan bayangkan untuk tiap kata-kata itu ada wajah-wajah hewan lucu yang membisikan sesuatu pada Anda, Anda tidak perlu ikut dengan bujukan itu. 
Emosi Anda bukanlah Anda. Emosi itu adalah 'bagian' dari Anda. 
Banyak kali media mempermainkan emosi kita, namun ketika yang terjadi mindfulness maka siapa tahu kita bisa mencegah propaganda yang sangat buruk?

KESIMPULAN

Sekilas saya baca ulang post saya ini dari atas (panas) dan ke bawah (adhem), saya ingin menggaris bawahi satu hal. Bahwa jaman ini (khususnya dekade ke depan) adalah masa yang mungkin akan sangat sulit. Yang krusial seperti: ancaman perang dunia III, perang cyber, pencemaran laut oleh nuklir, resesi terbesar (oleh jatuhnya dollar), dll.

Hal ini butuh banyak sekali kepala dan tangan untuk urun pemikiran dan tindakan nyata. Sebagai sel kecil akan sulit untuk memberi tahu tubuh bahwa dirinya tertusuk, perlu banyak sel hingga menuju ke tulang belakang hingga terjadi reaksi. 

Berita hoax esensinya menutup kita terhadap isu-isu yang relevan dengan kita, sesuatu yang baik bagi kita. Kalaupun tidak hoax, media masa umumnya melakukan teknik 'mudding' the water / mencampurkan lumpur supaya berita jadi padat dan rumit hingga kita tidak mengerti lagi, yang ingin dicapai? emotional exhaustion. Hal ini bisa dihindari dengan 2 tawaran yang saya ajukan. 
Berita Hoax sering dikenal sebagai preteks untuk ibarat 'jangan percaya ini'

Peperangan riil sejatinya adalah perang secara ekonomi, Kesejahteraan bersama vs kesejahteraan segelintir. Isu yang sejati adalah isu tentang ekonomi yang lainnya hanyalah sub-issue, hanyalah kulit.






Tidak ada komentar :

Posting Komentar