Menyongsong MEA, boleh dong curhat sedikit?
MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) menjadi isu yang semakin panas dan panas akhir-akhir ini bahkan menjadi agenda inti dalam perhelatan acara Pesta Wirausaha yang diadakan Komunitas Tangan di Atas (TAD) 6 desember lalu. Demikian terjadi mungkin karena pemerintah dan pengusaha yang sadar, merasa bahwa penduduk Indonesia belum siap menghadapi era baru yaitu globalisasi bahkan walaupun itu cuma tingkat ASEAN. Saya sendiri jujur tidak tahu apa itu "MEA" hingga ada diskusi pleno di ekstension course filsafat WM yang diskursusnya dipimpin oleh seorang dosen HI UPN Veteran Surabaya sekitar akhir november tahun 2015 ini, apa ndak gila? sekitar 80% peserta dibuat kaget, yap... karena kebanyakan isu politik dan pimpinan presiden waktu 2007 lalu menandatangani traktat percepatan MEA, yang dalam kondisi inferior tidak bisa juga untuk membiarkan isu yang tidak populer ini, berhembus dan semakin menenggelamkan kapal selam, partainya.
Di dalamnya (MEA) ada disebut tentang AFTA (ASEAN Free Trade Area). Dan bagi saya, parahnya ternyata dulu (pas ikut organisasi KMK tahun 2011-2012) kata-kata AFTA itu sering disebut oleh kawan-kawan mahasiswa gerakan kiri (pro-sosialis). Saya waktu itu tidak terlalu menggubrisnya, pembelaan saya sih dulu karena terlalu sibuk ngurus anggota dan urusan organisasi. Tapi ternyata saya akui saya waktu itu ceroboh, konsekuensi AFTA itu jauh lebih besar dan saya tidak mengarahkan investasi waktu saya dengan bener sejak dulu. Kalau namanya free trade segala intervensi pemerintah tidak diperbolehkan. Apa contoh intervensi pemerintah? Subsidi salah satunya. Bisa bayangkan Indonesia tanpa subsidi? Bayangkan apa saja subsidi pemerintah pada kita? Kalau tau faktanya yang sangat banyak dan beragam. Bolehlah kalau kita mengakui diri secara jujur dan rendah hati bahwa kita masih lemah? Hidup selalu dipasang infus apakah bisa dikatakan sehat? Yuk merenung lagi...
Pengetahuan tentang MEA ini menurut saya harus disebarluaskan sebanyak mungkin pada masyarakat utamanya menengah ke bawah, karena siapa-siapa yang merasakan akibatnya adalah masyarakat sendiri. Sebenarnya dalam ekstension course filsafat, apa yang ditakutkan oleh para peserta diskusi adalah serupa, yakni sifat inlanderisme yang masih bercokol dalam bangsa kita. Bangsa ini menganggap bahwa yang made in Indonesia itu selalu berkualitas lebih buruk, apabila ini terjadi maka secara laten arus modal, barang dan jasa bisa-bisa akan dikuasai secara mutlak oleh negara lain. ketika arus uang kita mengalir ke negara lain, efeknya nilai tukar kita yang akan turun, kita dianggap lebih butuh, dan apabila terus-menerus terjadi seperti itu, kita bisa-bisa menjual diri kita pada bangsa lain.
Bangsa ini harus bekerja sama untuk mengembalikan trust bangsa Indonesia kepada bangsanya sendiri dengan membuat produk, meningkatkan mutu dan bekerja yang sepenuh hati sebagai homo faber. Berkuasa di negeri sendiri juga lebih baik kan? Tapi saya tekankan berkuasa ini bukan berarti memperbudak bangsa sendiri. Pemimpin agama sedunia juga baru-baru ini sepakat juga untuk mendeklarasikan penghentian praktek perbudakan modern. Perbudakan adalah penghilangan kapasitas dari pekerja untuk dapat berkembang oleh karena pemasukan yang terlalu minim baik dalam hal moneter maupun informasi (pendidikan, dll.)
Di sisi lain, indalerisme juga ditekan muncul keberadaannya oleh adanya hegemoni dari pemilik modal. Coba bayangkan kesan yang muncul dari minum kopi di cofee tofee dengan starbucks, akan ada muncul bahwa starbucks adalah yang lebih keren daripada warung kopi milik negara sendiri. Konsekuensi 'keren' ini adalah meningkatnya angka pembeli dari masyarakat kita ke sana, ini adalah wujud 'take for granted' bangsa kita. Kita memberikan cuma-cuma uang kita kepada orang asing, tanpa menilai dahulu, itu menguntungkan atau tidak bagai bangsa sendiri, menguntungkan atau tidak bagi diri sendiri kemudian. Bukan berarti saya seorang chauvinis tapi ini faktanya!
Pengetahuan itu berpihak (tidak pernah netral) toh kalau ada yang mengatakan "Ya saya beli yang kualitas lebih tinggi dong... itu kan uang saya, pribadi suka-suka lah" | dengan asumsi bahwa bangsa kita belum mencapai titik manajemen kualitas dan kuantitas seperti usaha para kapitalis itu, ignorantia masyarakat golongan ini akan membunuh bangsa kita pelan-pelan namun pasti.
Tahun 2015 ini, adalah tahun terakhir intervensi pemerintah halal untuk dilakukan, yaitu untuk memberikan perlindungan dan pelatihan-pelatihan kepada rakyat Indonesia. Apabila tidak maksimal maka ... hehehe (mari kita membayangkan sendiri).
Sebagai tahun terakhir maka bisa diasumsikan sejak desember ini rapat-rapat perencanaan pemerintahan terkait 'persiapan MEA' tentunya sudah digalakkan, kita sebagai masyarakat siapkan saja waktu dan besarkan corong telinga untuk menangkap peluang-peluang dari pemerintah.
merenung...
Sebagai tahun terakhir maka bisa diasumsikan sejak desember ini rapat-rapat perencanaan pemerintahan terkait 'persiapan MEA' tentunya sudah digalakkan, kita sebagai masyarakat siapkan saja waktu dan besarkan corong telinga untuk menangkap peluang-peluang dari pemerintah.
Sebagai seorang anti-determinis dan positivis, saya menolak bahwa adalah selalu pasti apabila ada api yang jatuh dari langit manusia akan langsung mati tertimpanya, saya yakin bahwa manusia bisa menghindari api itu jika dia mau, selalu ada kesempatan perjuangan yang diberikan Yang Maha Kuasa untuk kita manusia. Demikian MEA ini memang mungkin tidak seperti api yang jatuh dari langit, tapi mungkin lebih ringan sedikit levelnya. hehehehe..
Muhammad Nadjikh selaku pimpinan PT Kelola Mina Laut (4x lebih besar dari Susi Air), mengatakan dalam event Pesta Wirausaha bahwa yang perlu kita waspadai dari negara di ASEAN adalah Malaysia karena mereka memiliki resembelance yang tinggi dengan penduduk di Indonesia (tidak butuh banyak-banyak penyesuaian). Tapi kita juga harus ingat ada Singapore dengan kualitas pendidikan-nya yang diakui bertaraf internasional (entah nomor 1 atau 2, di atas peringkat U.S.) yang menjunjung tinggi bisnis, di Singapore sudah sulit buka usaha lagi sudah jelas Indonesia adalah pasar mereka.
Yuk bersiap-siap!
Muhammad Nadjikh selaku pimpinan PT Kelola Mina Laut (4x lebih besar dari Susi Air), mengatakan dalam event Pesta Wirausaha bahwa yang perlu kita waspadai dari negara di ASEAN adalah Malaysia karena mereka memiliki resembelance yang tinggi dengan penduduk di Indonesia (tidak butuh banyak-banyak penyesuaian). Tapi kita juga harus ingat ada Singapore dengan kualitas pendidikan-nya yang diakui bertaraf internasional (entah nomor 1 atau 2, di atas peringkat U.S.) yang menjunjung tinggi bisnis, di Singapore sudah sulit buka usaha lagi sudah jelas Indonesia adalah pasar mereka.
Yuk bersiap-siap!
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar